Blogger Layouts

Rabu, 25 Mei 2011

analisis novel kidung


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Unsur-unsur  pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas itu. Di samping unsure formal bahasa , masih banyak lagi macamnya. Namun, secara garis besar berbagai macam unsure tersebut secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, walau pembagian ini tidak benar-benar pisah. Pembagian unsure yang dimaksud adalah unsure intrinsic dan ekstrinsik. Kedua unsure yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji dan membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya.
     Unsure intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsure inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra , unsure-unsur yang secara factual akan dijumpai jika seseorang membaca karya sastra. Unsure intrinsic karya sebuah nivel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun sebuah novel. Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca unsure-unsur inilah yang dijumpai jika kita membaca novel. Unsure yang dimaksud untuk menyebut sebagian saja  misalnya,peristiwa,alur,gaya,bahasa,plot,penokohan,tema,latar,dan lain-lain.
     Unsure ekstrinsik adalah unsure-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan karya sastra.  Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsure-unsur yang mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra.oleh karena itu unsur ekstrinsik  sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting (Wellek dan Warren (1956).

B.     Rumusan Masalah       

1.      Apa unsur intrinsic dalam novel Kidung ?
2.      Apa  unsur ekstrinsik dalam novel Kidung ?
                                                   
C.    Tujuan Masalah

1.      Mengetahui unsure intrinsic dalam novel Kidung
2.      Menegtahui unsure ekstrinsik dalam novel Kidung











BAB II
PEMBAHASAN
1.1.            Unsur Intrinsik Dalam Novel  Kidung
1.1.1.      Tema dan Amanat
Tema adalah pokok pikiran pengarang yang menjadi dasar keseluruhan cerita. Tema menurut Stanton (1965:88) dan Kenny (1966:20) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Namun, ada banyak makna yang dikandung dan ditawarkan oleh cerita (novel) itu, maka masalahnya adalah : makna khusus yang mana yang dapat dinyatakan sebagai tema itu.
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto,1986:142) .
Amanat adalah pesan moral yang terkandung dalam cerita secara keseluruhan.

Tema yang terdapat dalam novel Kidung
Tema             :  Pengharapan diatas kehancuran
Sub tema1       :  Kemiskinan di Indonesia tertimpa oleh kebudayaan politiknya sendiri
Sub tema 2      :  Kehidupan merupakan lakon yang harus dijalani dan diperbaiki
Sub tema 3      :  Keanekaragaman
Amanat  :
Ø  Dalam kehidupan ini, kita sepatutnya selalu berserah dan berharap hanya kepada Tuhan.
Ø  Janganlah mementingkan dan mengutamakan jabatan
Ø  Berubahlah lebih baik
Ø  Janganlah mudah memikirkan bahwa semua hal yang dilakukan adalah mudah
Ø  Janganlah mudah buta terhadap kehidupan yang menggelapkan ini
Ø  Hargailah setiap perbedaan dan keanekaragaman.













1.1.2.       Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah peran atau pelaku cerita. Tokoh terbagi menjadi dua. Tokoh bulat adalah tokoh yang digambarkan secara utuh oleh pengarang, biasanya dikategorikan sebagai tokoh utama. Tokoh pipih adalah tokoh yang digambarkan dari satu sisi saja, biasanya dikategorikan sebagai tokoh tambahan.
Tokoh menurut Abrams (1981;20) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembacanya ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa antara seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat kaitannya dengan berketerimaan pembaca. Dalam hal ini khususnya dari pandangan teori pembacalah yang memberi arti semuanya. Untuk kasus kepribadian seseorang tokoh pemaknaan itu dilakukan berdasarkan kata-kata (verbal) dan tingkah laku lain (nonverbal).    
Penokohan adalah karakter atau watak tokoh dalam cerita, ada peran antagonis, protagonis, tertagonis, atapun melankolis.





TOKOH YANG TERDAPAT DALAM NOVEL KIDUNG
Tokoh Utama
Man
            Man adalah seorang yang gemar berkidung tentang hal- hal nyata dalam kehidupan. Dia menjadi asisten khusus menteri negara untuk urusan media.

Sahabat Man
            Seseorang yang rajin keperpustakaan dan membaca buku yang diperlukannya. Seperti dalam kutipan berikut ini “ Dua sahabat itu bertemu di perpustakaan kantor penelitian (hal: 17)”

Ketua Tim
            Seorang  ketua tim di sebuah diskusi yang mempunyai kelompok oleh para bintang memiliki sikap yang merendahkan harga diri seseorang. Tegas dan penuh tanggung jawab.

Wanita Asia
            Seseorang yang kelihatannya disiplin tetapi tak terlalu galak.
Ketua Dewan Kesenian
            Sombong dan tinggi hati dan keras kepala. terlihat dari kutipan berikut ini“Kau tahu siapa orang itu?” tanyanya sambil menopangkan kaki kanannya di kaki kiri, kemudian menyedot rokoknya. Dia pernah menggertak tamu yang datang dengan jengkel sefat khas bataknya betul-betul keluar.

Si Pengundang
            Seseorang yang memiliki sikap yang ramah. Terlihat dari dia sering bercerita terus dengan penuh semangat
.
Staf Senior Satu
            Memiliki pengetahuan yang luas.

Staf Senior Dua
            Pintar dan wawasannya luas. Terlihat dari kutipan sebagai berikut “Tugas kita baru sampai di situ, tapi hubungan hangat kita dengan anggota DPR pusat asal aceh kita jaga. Mereka sangat percaya kita (hal: 77)

Staf Asisten Ketiga
            Mempunyai pendirian tidak tetap, selalu mengikut apa yang dikatakan orang. Terlihat dari kutipan “Aku dengar dari siapa kemarin, aku tak yakin tapi begitu lah katanya” (78).

Pewawancara
            Berwawasan luas menyampaikan semua hal secara positifis.







Samosir
            Seorang staf komunikasi yang paham banyak hal dalam urusan berbicara di televisi, radio maupun di forum seminar atau presentase di depan banyak pihak yang tak tahu menahu perkara kantor.

Orang Program
Seorang yang akan membantu Man dalam memerlukan bantuan.

Si Calon
Seseorang yang suka sekali terlambat mengikuti seminar apa lagi kalau dia sebagai pembicara utama.

Si Profesor
Seseorang yang sangat menyenangkan, penuh vitalitas dan banyak memahami tentang Man








1.1.3.      Alur (Plot)
            Alur adalah suatu rangkain peristiwa yang terjalin secara kausalitas atau sebab akibat dari awal sampai akhir menuju klimaks cerita. Alur terbagi menjadi tiga, yaitu alur maju, alur mundur, dan alur campuran
Alur Dalam Novel Kidung
Alur yang terdapat dalam novel kidung karya Mohamad Sobary  adalah alur campuran,karena pada novel tersebut penulis membahas cerita di masa datang dan bercerita tentang masa lalu. Terlihat pada kutipan berikut ini :
·         Pada alur maju :  “ Keputusan sudah diambil . dan dalam waktu pendek dia harus hadir di wawancara yang menentukan ini. Saat itu sikap nya sudah betu-betul jelas dan matang. Bismillah. Menatap ke depan .memetakan tugas-tugas nya secara abstrak di luar kepala. Mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan hambatan serta jalan keluarnya manis dan bijaksana . dan Bismillah lagi untuk menghadapi tim pewawancara yang tak dikenlnya.(hal : 26)”
·         Pada alur mundur : “ jangan heran suatu gejala sering berlalu tanpa makna. Merekalah yang telah membuat dunia ilmu inimenjadi lahan ketrampilan teknis pertukangan . ilmu menjadi kering . dan pelacuran dunia ilmu terjadi, dulu dan sekarang , umumnya di tanagn para ilmuwan “administrative” yang fanatic macam itu. Bagian-bagian mengenaskan macam ini agaknya sangat mempengaruhi jalan pikiran dan pilihannya. (hal:20) “

1.1.4.      Latar (Setting)
Latar adalah segala sesuatu yang melingkupi apa yang terdapat dalam cerita, mulai latar tempat, waktu, suasana, latar alat dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981:175).
Latar yang terdapat dalam novel Kidung
v  Latar Tempat
1.      Di perpustakaan
Terdapat pada kutipan berikut : “Dua sahabat itu bertemu di perpustakaan  kantor penelitian (hal:17)”
2.      Universitas
Terdapat dalam kutipan berikut : “Segera setelah lulus universitas dia pindah ke LSM yang focus perhatiannya pada pembangunan desa (hal:22)”
3.      Di hotel
Terdapat pada kutipan berikut: “dia tiba di hotel tempat wawancara tersebut akan berlangsung, dia mengenal baik hotel itu (hal:28)”
4.      Dewan Kesenian Jakarta
Terdapat pada kutipan berikut : “Man bermain di Dewan Kesenian Jakarta, dia ingat bahwa dia masih anggota dewandan wajib menampilkan wajahnya sesekali hal:43)”
5.      Ruang diskusi Bentara Budaya
Terdapat pada kutipan berikut : “Ruang diskusi Bentara Budaya tak terlalu luas dan mungkin tak di desaign untuk dau ratus orang (hal:122)”
6.      Restoran hotel besar
Terdapat pada kutipan berikut : “Acara makam malam tiu berlangsung di restoran hotel besar (hal:139)”

7.      Di kantor
Terdapat pada kutipan berikut : “Tapi akan lain ceritanya bila seseorang bikin gaduh di kantor” (hal:163 dan terdapat juga pada halaman 164,165 latar nya sama hanya situasinya yang berbeda).
8.      Ruang tamu
Terdapat dalam kutipan berikut : “ Dia sudah menuggu Man di ruang tamu setengah jam sebelumnya (hal :178)”.
9.      Ruang rapat kantor
Terdapat dalam kutipan berikut : “ sesudah  tamu-tamu dari kedutaan Denmark meniggalkan ruang rapat di kantornya Man merasa tak ada agenda lain (hal:197)”.
10.  Kamar kerja
Terdapat dalam kutipan berikut : “Alhamdulillah dia menutup pintu kamar kerja untuk sejenak untuk menikmati kesendirin yang hening (hal:197 terdapat juga pada hal: 210)”


















2.1.            Unsur Ekstrinsik dalam novel Kidung

2.1.1.       Sudut pandang dan gaya bahasa
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang orang pertama, ‘aku’, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ‘aku’ tersebut.
Sudut pandang orang pertama masih bisa dibedakan menjadi dua:
  1. ‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
  2. ‘Aku’ tokoh tambahan. Dalam sudut pandang ini, tokoh ‘aku’ muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’ tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah. Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

b. Sudut pandang orang ketiga (third person point of view)
Dalam cerita yang menpergunakan sudut pandang orang ketiga, ‘dia’, narator adalah seorang yang berada di luar cerita, yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti.
Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya:
  1. ‘Dia’ maha tahu. Dalam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
  2. ‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanya menceritakan apa yang dilihatnya saja).
Didalam novel kidung ini penulis adalah orang ketiga pencerita karena tanpa ada pengetahuan kata aku dalam novel kidung, dia menceritakan tentang man yaitu kehidupan yang berkelakuan religius dan sosial.
1.2 Gaya bahasa dalam novel kidung
Majas atau gaya bahasa adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. Menurut Prof. Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa, dan kalimat. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitamya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda: berterus terang, satiris, simpatik, menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-lain.

Ada beberapa gaya bahasa/majas yang digunakan dalam novel ini diantaranya:

1. Majas perulangan yaitu:
-     Epizeukis
Epizeukis ialah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung. Maksudnya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.
Contohnya:
”Hidup ini kidung.Semua kejadian itu kidung.kidung Merupakan ekspresi kepedihan.Kidung berarti doa”.
Dalam kalimat diatas terjadi pengulangan kata kidung
-       Tautotes
Tautotes ialah gaya bahasa perulangan yang berupa pengulangan sebuah kata berkali-kali dalam sebuah konstruksi.
Contohnya:
”dia tidak beleh membiarkan kucing menjadi singa dan singa tidak boleh menjadi kucing.Kucing adalah kucing”
2.Majas perbandingan
-    Perumpamaan
Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti. Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.
Contonya:
”seperti seniman,dinegeri ini ilmuan harus berani hidup estetis”.
”kita ibaratnya hanya ”berbelanja”.
Pada kalimat di atas ada beberap kata yang menggunakan perumpamaan  seperti dan ibarat.
-          Metafora
Metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit.

Contohhnya:
“Hidup ini kidung.alam semesta ini kidung dan tiap detik alam semesta pun berkidung”.
Kalimat di atas menunjukkan bahwa dalam novel kidunng banyak terjadi atau menggunakan majas metafora.




-          Personifikasi
Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide yang abstrak.
            Contohnya:
            “ Semua rupa,semua suara,semua warna,semua rasa,kembali menjadi kidung”
            Dalam kalimat diatas ada majas personivikasi dalam novel kidung
-          Alegori
Alegori ialah gaya bahasa yang menggunakan lambang-lambang yang termasuk dalam alegon antara lain:

Contohnya:
“ Nabi Ibrahim berkidung dan api pun jinak.nabi nuh berkidung dan banjir besar pun tak menelannya.nabi musa bekidung dan laut pun terbelah”.
Dalam kalimat ini mengandung majas alegori

-          Antitesis
Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan.
 Contohnya:
 “ Tuhan ku,aku ini kotor,maka tak layak kau masukkan aku kesurgamu tapi aku terlalu lemah untuk kau masukkan ke nyala api neraka mu”.
Dalam kalimat ini mengandung pertentangan.

-          Pleonasme
Pleonasme adalah penggunaan kata yang mubazir yang sebesarnya tidak perlu.
Contohnya:
“ Dia diminta memanggul tugas ke pemimpinan atas semua pihak,semua bagian,baik intern maupun ekstern. untuk urusan ekstern,dia harus melakukan lobi dan diplomasi kesana kemari dengan membawa nama lembaga dan memperkenalkan program-program dan kebijakan lembaganya”.

Dalam kalimat ini mengandung penggunaan kata yang mubazir yang sebenarnya tidak perlu.
3        Gaya Bahasa Pertentangan

-          Hiperbola
Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contohnya:
“ Rubi yang bangsawan dan pemberani menantinya,memberinya perlindungan dengan tetang agar berjalan di sampingnya,dan keadaan akan baik-baik.rubi memeliki jiwa komando”.




* Litotes
Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contohnya:
“ Kami rakyat miskin tetap di wajibkan ikut membayarnya dengan memperdalam lagi kemiskinan kami yang sebenarnya sudah tak tertahankan itu”
“bagaimana mau jaya, kalaw para pemimpin jarang serius memikirkan rakyat yang sudah lama terimpit derita tak cukup sandang,tak cukup pangan dan tak cukup papa
4        Gaya Bahasa Pertautan